Kasusnya berawal ketika Mashudi yang sudah lama menjadi guru honorer K2 mengirimkan SMS ke nomer pengaduan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MENPAN RB) terkait keluh kesah atas digagalkannya pengangkatan gunu honorer menjadi pegawai negeri.
‘Saya memang mengirimkan SMS keluh kesah saya, kejengkelan saya, karena hanya itu yang bisa saya lakukan sebagai rakyat kecil yang sudah mengabdi untuk pendidikan sejak puluhan tahun lamanya’ ungkap Mashudi di penjara Polda Metro Jaya jakarta.
MENPAN RB memang gagal memenuhi janji untuk mengangkat guru honorer K2 menjadi pegawai negeri sipil (PNS) dikarenakan masih ada perselisihan pendapat terkait alokasi anggaran negara yang tidak memenuhi untuk mengangkat sejumlah 420.000 tenaga guru honorer K2 juga masalah proses pengangkatan guru honorer yang harus melalui jalur profesional tidak pengangkatan semata.
Kegagalan pengangkatan guru honorer tersebut juga telah mendapatkan respon langsung dari ribuan guru honorer K2 yang melakukan unjuk rasa pada 11 Februari 2016 lalu di Jakarta. Dan salah satu respon kekecewaannya adalah SMS aduan Mashudi kepada MENPAN RB yang berujung pada penjara.
“Mashudi adalah guru honorer, mempunyai anak istri yang menjadi tanggungjawabnya, masa Negara sudah tidak mampu membantu meringankan tanggung jawabnya, sekarang malah memenjarakannya hanya karena kritik yang juga bukan di ruang publik kepada kementerian”, ujar Wijanarko salah aktifis Brebes yang mendampingi kasus ini.
Awalnya Mashudi dikenai pasal ITE 2008, kemudian dari perkembangan kasus tersebut penyidik menjeratnya dengan pasal 335 KUHP.
“Pasal 335 KUHP kan sudah ditiadakan oleh Mahkamah Konstitusi, masa Mashudi harus dijerat dengan pasal yang tidak ada, jelas ini hanya rekayasa penyidik saja” tambah Wijanarko yang juga berprofesi sebagai guru.
Harapan Wijanarko dan teman-teman lainnnya agar Mashudi segera bebas, dan Negara memperbaiki diri untuk tidak seenaknya memenjarakan rakyat kecil hanya karena kritik kinerja pemerintah.
“jangan sampai negara kita kembali ke masa lampau, masa orde baru yang anti-kritik” tutupnya.
Sumber; publicapos
No comments
Post a Comment