“Kalau anak-anak tetap berada di sekolah, mereka bisa menyelesaikan tugas-tugas sekolah dan mengaji sampai dijemput orang tuanya usai jam kerja. Dan, anak-anak bisa pulang bersama-sama orang tua mereka, sehingga ketika berada di rumah, mereka tetap dalam pengawasan, khususnya orang tua,” kata Mendikbud usai menjadi pembicara dalam pengajian untuk keluarga besar Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Minggu (7/8).
“Gagasan itu (full day school) atau sekolah sehari penuh itu, saat ini masih terus dilakukan sosialisasi di sekolah-sekolah, mulai di pusat hingga di daerah. Nantinya memang harus ada payung hukumnya, yakni peraturan menteri (Permen), tapi untuk saat ini masih sosialisasi terlebih dahulu secara intensif,” katanya.
Sebelumnya, Mendikbud juga mewacanakan pengurangan syarat jam tatap muka guru di sekolah dalam pencairan Tunjangan Profesi Guru (TPG). Selama ini, jumlah jam tatap muka guru di kelas minimal 24 jam setiap minggu, nantinya akan dikurangi menjadi 12 jam.
Hal tersebut dilakukan dalam rangka perbaikan kualitas pendidikan dari sisi peningkatan kompetensi guru. Selama ini, kondisi guru di Indonesia terlalu banyak berkutat pada persoalan administratif. “Selama ini guru berkutat pada persoalan administratif, misalnya bagaimana harus mengejar jam mengajar hingga 24 jam dalam seminggu hanya untuk memenuhi syarat sertifikasi guru,” paparnya.
Seperti diketahui seorang guru harus memenuhi sejumlah persyaratan untuk mendapat Tunjangan Profesi Guru, salah satunya adalah beban mengajar tatap muka di kelas minimal 24 jam dalam satu minggu. Jika jumlah jam tatap muka tersebut tidak tercapai, maka Surat Keputusan Tunjangan Profesi (SKTP) sebagai dasar pencairan TPG tidak dapat diterbitkan.
“Akibat beban mengajar tatap muka minimal 24 jam seminggu tersebut, guru kehabisan waktu untuk meningkatkan kompetensi dirinya. Mengajar tatap muka cukup 12 jam saja, selebihnya waktu bisa digunakan untuk meningkatkan kompetensi melalui kursus, pelatihan, atau mengajar ekstrakurikuler,” papar Muhadjir.
Sementara itu, Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan, Sumarna Surapranata mengaku belum mengetahui usulan yang disampaikan Mendikbud terkait mengevaluasi jumlah jam tatap muka guru di kelas. “Saya tidak tahu, namun hal yang penting adalah permen 4/2015 tentang ekuivalensi akan diperluas,” ungkapnya.
Distribusi Guru
Dalam kesempatan itu, Muhadjir juga menyatakan bahwa masalah yang dihadapi daerah-daerah di Indonesia bukan kekurangan guru, tetapi redistribusi guru yang tidak merata. “Setelah saya pelajari, masalah kekurangan guru yang terjadi di daerah-daerah itu adalah distribusinya. Ada daerah yang jumlah gurunya berlebih dan ada yang masih kekurangan, namun daerah yang berlebih tidak mau gurunya dikurangi. Sebenarnya akar masalahnya ada di distribusi,” katanya.
Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu mengemukakan, untuk urusan pengangkatan, penggajian dan pemberian tunjangan memang menjadi wewenang pemerintah pusat. Akan tetapi, untuk pengaturan penyebaran guru adalah wewenang masing- masing daerah.
Ia mengakui meski sudah menemukan akar masalahnya, untuk saat ini masih belum menemukan solusinya. “Kita sudah menemukan akar masalahnya dan solusinya masih kami cari sambil dipelajari lebih dalam,” urainya.
No comments
Post a Comment