Thursday, October 20, 2016

Pemberdayaan Literasi di Sekolah, siswa wajib baca buku 15 menit

Kesukaannya pada menulis membawa Prof. Dr. Lutfiah Nur Laila melahirkan berbagai karya tulis yang diterbitkan dalam bentuk buku. Sebut saj... thumbnail 1 summary
Kesukaannya pada menulis membawa Prof. Dr. Lutfiah Nur Laila melahirkan berbagai karya tulis yang diterbitkan dalam bentuk buku. Sebut saja buku berjudul Strategi Belajar Berpikir Kreatif, Saya Hanya Seorang Ibu dan lainnya. Berkat hobinya itu Lutfiah berhasil meraih gelar Guru Besar pada usia 43 tahun. Pasalnya, artikel yang ditulis Lutfiah dimuat dalam jurnal terakreditasi 2. Inilah yang kemudian memuluskan usahanya menyandang gelar profesor di Universitas Muhammadiyah Malang tahun 2007.

Lutfiah mengatakan pengalaman mendapatkan gelar profesor adalah salah satu keajaiban dalam menulis. Ia pun membagikan resep untuk mendapatkan ‘keajaiban’ itu kepada guru-guru yang hadir pada pada kegiatan pelantikan Pengurus IGI Wilayah dan Daerah se-Jawa Timur, Minggu (27/3/2016) di LPMP Jatim

“Hanya karena menulis, beberapa tugas kuliah saya muatkan ke jurnal akreditasi, dan lolos. Ketika saya lulus ternyata itu yang membantu saya menjadi guru besar. Itu merupakan salah satu keajaiban menulis dan keajaiban-keajaiban lain termasuk ketemu orang-orang hebat yang bergerak di bidang menulis dan jelas bisa dikasih buku oleh penulis,” tutur Lutfiah yang mengawali resepnya dengan mengajak para guru terbiasa menulis buku harian.

Berkaitan dengan tema kegiatan tentang Membangun Budaya Literasi Menuju Indonesia Emas 2045, dosen Universitas Negeri Surabaya ini memaknai literasi dengan sangat luas. Tidak terbatas pada kegiatan membaca, menulis atau berhitung, tetapi sudah menjadi lifeskill, termasuk juga kemampuan untuk memecahkan masalah.

“Makna literasi menjadi lebih komplek dan luas dan sangat berpengaruh pada perkembangan suatu bangsa, tingginya tingkat literasi berbanding lurus dengan kemajuan suatu negara. Yaitu negara-negara yang maju salah satu indikatornya, nilai atau skor berdasarkan TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) dan PISA (Program for International Student Assessment) tinggi. Indonesia? Bahkan diantara negara-negara ASEAN saja kita begitu jauh tertinggal. Oleh sebab itu rekayasa literasi perlu dilakukan melalui pendidikan dengan menggeliatkan semua komponen, apakah itu pendidikan formal, informal, nonformal,” ujarnya.
   
Gerakan literasi sekolah
Lutfiah secara singkat melanjutkan paparannya tentang Gerakan Literasi Sekolah yang saat ini sedang digiatkan. Wanita yang beberapa kali diminta untuk memberi masukan pada buku panduan Gerakan Literasi Sekolah dan dilibatkan untuk mensosialisasikan gerakan ini mengatakan desain induk Gerakan Literasi Sekolah di jenjang SD dan SMP sudah ada. Namun untuk tingkat SMA dan SMK belum ada, tapi desain induk ini bisa diadopsi untuk jenjang tersebut.

“Tujuan Gerakan Literasi Sekolah adalah kita paham akan konsep dan tujuan, paham prinsipnya, paham tahap pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah, paham pelaksanaan monitoring dan evaluasi. Sekarang ini sedang ramai-ramainya rekrutmen untuk instruktur nasional K13, di mana pun ada sosialiasi K13, Gerakan Literasi Sekolah ini menjadi bagian materi sosialisasi K13. Dan juga bahkan, pada momen apapun, event apapun kalau memungkinkan, asal itu relevan Gerakan Literasi Sekolah akan terus-menerus disosialisasikan karena Gerakan Literasi Sekolah sudah di-Permendikbud-kan,” ungkap wanita kelahiran Tuban ini.

Lutfiah menambahkan, tujuan Gerakan Literasi Sekolah menumbuhkan budi pekerti peserta didik melalui pemberdayaan ekosistem literasi sekolah agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat. “Strategi membangun budaya literasi, ada 3 yaitu mengkondisikan lingkungan fisik ramah literasi, mengupayakan lingkungan sosial dan aspek dan mengupayakan sekolah sebagai lingkungan akademik yang literat,” jelasnya

Siswa wajib membaca 15 Menit
Dalam mengimplementasikan Gerakan Literasi Sekolah ada 3 tahapan yaitu pembiasaan, pengembangan dan pembelajaran. “Setiap tahap ada indikator pencapaian, kapan mulai tahap pengembangan dan kapan pembelajaran ada indikatornya,” kata Direktur Program Pengembangan Profesi Guru (P3G) Universitas Negeri Surabaya ini.
Pada tahap pembiasaan, dijelaskan Lutifah, ada kegiatan yang harus dilakukan siswa yaitu membaca selama 15 menit. Kegiatan membaca ini bisa dilakukan di tengah atau sesudah pelajaran. “Pembiasaan ini tidak ada tagihan apapun, itu hanya menumbuhan kecintaan anak untuk membaca,” cetusnya.
Setiap anak memiliki kebiasaan dalam membaca, ada yang pembaca senyap dan pembaca nyaring. Lufiah mengatakan, guru boleh membacakan buku tetapi tidak setiap saat. Namun dia merekomendasikan membaca senyap atau SSR (Sustained Silent Reading) dan berkelanjutan.
“Makna berkelanjutan itu apa? Buku yang dibaca saat itu, buku itu jugalah yang besoknya dibaca. Oleh sebab itu ada yang namanya jurnal membaca. Di buku panduan Gerakan Literasi Sekolah disebutkan siswa setiap kali setelah melakukan kegiatan membaca mereka mengisi jurnal. Mereka mengisi sendiri, jadi guru Bahasa Indonesia tidak capai menilai,” ujarnya.
Setelah membaca buku, imbuh penulis buku Khazanah Kuliner Jawa Timur ini, guru secara informal bisa bertanya kepada siswa mungkin ada yang mau menceritakan dari isi buku tadi, atau apa ada sesuatu hal baru yang ditemukan dalam buku itu. Membiasakan membaca buku dilakukan minimal selama 1 semester.
“Yang terpenting guru juga ikut membaca, bahkan juga semua komponen sekolah termasuk pakbon, cleaning service, kepala sekolah semuanya itu harus ikut membaca. Jadi tidak siswa saja yang diminta membaca, gurunya Facebook-an, BBM-an. Bahkan guru untuk mendorong supaya siswa menyukai membaca, guru menceritakan buku apa yang dia baca, apa menariknya buku yang dia baca tadi itu, untuk menunjukan bahwa guru itu juga membaca. Jadi lebih terlibat,” lanjutnya.
Lutfiah menyarankan buku yang dibaca siswa tidak harus buku baru. Dia pun menggarisbawahi buku yang harus dibaca untuk tahap pembiasaan adalah buku non pelajaran, bukan buku pelajaran. “Buku fiksi, komik, sastra, novel, biografi. Dengan begitu anak-anak kita membaca yang lain, nggak ngumeki (berkutat) buku matematika, Bahasa Indoensia dan lain-lain, yang setiap hari mereka umeki (berkutat),” tegas Lutfiah
Berjalannya Gerakan Literasi Sekolah, ditegaskan Lutfiah, tergantung pada komitmen dan kreativitas guru. Kreativitas itu bisa dilakukan dengan membolehkan siswa membawa buku kesukaannya sendiri dari rumah (Bagus Priambodo/sumber: Majalah Median LPMP Jatim – edisi: News/2016)



No comments

Post a Comment