Pendiri layanan Peduli Sahabat yang juga penulis buku Anakku Bertanya tentang LGBT, Agung Sugiarto menyatakan, memang American Psychiatric Association (APA) telah mengeluarkan homoseksual dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM) IV.
Namun, kata dia, pada akhirnya Amerika Serikat pun menyerahkan hal itu kepada kultur masing-masing negara. Artinya, kata dia, apabila adat istiadat menganggapnya sebagai penyimpangan, homoseksual diartikan sebagai penyimpangan secara sosial.
“Saya selalu bilang, lawan kalian itu pemerintah, pemuka agama, dan kultur. Kalian hidup di mana? Kalau Indonesia anggap LGBT masih penyimpangan, ya berarti memang begitu adanya,” kata pria yang aktif membantu penganut LGBT kembali pada fitrahnya.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj juga telah mengingatkan fenomena LGBT sudah sangat memprihatinkan. "Sudah membahayakan," kata dia. Menurutnya, LGBT bukan hanya bertabrakan dengan kaidah agama, melainkan juga fitrah manusia.''
Salah seorang Juru bicara LGBTIQ Indonesia, Yasmin Purba, sebelumnya menyebut homoseksualitas adalah sesuatu yang natural. Di negara-negara maju dengan sistem pendidikan yang sudah baik, kata dia, homoseksualitas bukan sesuatu yang ganjil.
Yasmin yang juga aktif di YLBHI mengatakan, homoseksualitas adalah sebuah fenomena yang natural, senatural orang kidal dan tidak kidal. Untuk masyarakat dengan pendidikan yang lebih maju, kata dia, perbedaan orientasi seksual bukan lagi sesuatu yang membingungkan.
Menurut dia, untuk negara yang masih tradisional dan belum terpapar pendidikan maju perbedaan orientasi seksual memang membingungkan. Ia mencontohkan, di World Health Organization (WHO), homoseksualitas sudah dikeluarkan dari kategori penyakit.
Harusnya pemerintah bersikap tegas terhadap perilaku Lesbian Gay Biseksual Transgender (LGBT). Jika melihat UU Hukum Pidana perilaku LGBT bisa masuk ranah pidana.
Salah satu anggota DPR Jazuli Juwaini mengatakan jika merujuk hukum positif yang berlaku di Indonesia, LGBT jelas sangat dilarangan. Secara eksplisit KUHP melarang dengan pidana.
Dijelaskannya, KUHP Pasal 292 menyatakan: "Orang yang cukup umur, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sama kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”
Pasal pidana ini, kata Jazuli, memang tidak eksplisit merujuk pada hubungan sesama jenis yang sudah sama-sama cukup umur, tetapi secara implisit menyiratkan perbuatan sejenis dilarang. “Saat ini ada semangat kuat untuk melarang hubungan sesama jenis dalam pembahasan RUU KUHP di DPR,” kata Jazuli
Selain itu, lanjut dia, LGBT menyimpang dari lembaga perkawinan yang sakral dan bertujuan mulia. Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 1 menyatakan bahwa, "Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Melalui aturan ini, Indonesia menempatkan lembaga perkawinan di tempat yang mulia, dengan tujuan yang mulia, dilandaskan pada nilai dan ajaran agama. "Lalu, dimana kita meletakkan hubungan sesama jenis?” ungkap Jazuli.
Dengan melihat hal-hal itu, kata Jazuli, maka ditinjau dari hukum agama maupun hukum negara hubungan sesama jenis tidak dibenarkan. Perilaku mereka melanggar agama berarti dosa, dan melanggar hukum negara yang berarti tindakan melawan hukum dan konstitusi. "Kampanye LGBT bisa masuk kategori perbuatan makar terhadap konstitusi negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa."
No comments
Post a Comment