Anggota Komisi II DPR-RI, Amran, mengatakan, legislatif meminta agar persoalan payung hukum tersebut bisa dibahas secepatnya dengan DPR. Termasuk soal anggaran. Kementerian Keuangan juga memastikan tidak ada persoalan terkait anggaran.
Kementerian Keuangan tinggal menunggu mekanisme penyelesaian dan payung hukum dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB). "Jadi, kami akan undang keduanya untuk duduk bersama supaya tidak saling lempar," ungkapnya di Jakarta.
Pemerintah, melalui Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik (Kemenpan RB) Herman Suryatman menegaskan, pengangkatan pegawai honorer menjadi CPNS secara langsung terganjal payung hukum.
Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2012, ungkap dia, sudah tidak berlaku lagi pada 2014. Pengangkatan CPNS tidak bisa serta merta sebab setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama dan harus mengikuti seleksi untuk menjadi CPNS. "Kita terganjal landasan hukum," katanya kepada Antara.
Amran mengatakan, pemerintah harus merealisasikan kesepakatan untuk mengangkat 439 ribu tenaga honorer secara bertahap mulai 2016 hingga 2019. Tiap tahapannya terdiri dari 110 ribu pegawai honorer.
Ini berdasarkan kesepakatan dalam rapat dengar pendapat Kemenpan RB dengan Komisi II pada 15 September 2015 lalu menjanjikan pengangkatan terhadap pegawai honorer. Kendati demikian, Amran mengingatkan jika peng angkatan perlu verifikasi dan validasi lebih lanjut.
Bisa jadi dari jumlah tersebut ada pegawai yang bukan pegawai honorer. Bila tahapan itu dipenuhi maka Komisi II DPR-RI mengusul kan tak perlu ada tes ulang. "Ini un tuk menghindari potensi maraknya calo," ujar politisi Partai Amanat Nasional ini.
Mantan menpan RB, Azwar Abu bakar, menilai, pemerintah memang harus sadar dan memerhatikan tuntutan para pegawai honorer tersebut. Namun, bukan berarti dengan mengangkat jumlah seluruh pegawai honorer. Pengangkatan pegawai honorer itu harus tetap memerhatikan kebutuhan dan kompetensi. "Bukan berdasarkan jumlah honorer yang ada itu," ujarnya.
Apalagi, kata Azwar, hal itu ditegaskan dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Ia menilai, kalaupun pemerintah berencana mengangkat seluruh pegawai honorer harus secara bertahap namun jelas manajemen penempatannya. Dengan begitu, dalam pengangkatan tidak mengesampingkan aspek kebutuhan.
Ia menjelaskan, maksud dari kebutuhan itu, misalnya, sesuaikan dengan kebutuhan di daerah, utamakan dari K2. Bila di daerah membutuhkan tenaga tersebut maka silakan angkat sesuai keperluan.
Jadi, tidak hanya berdasarkan honorer melainkan manajemen PNS di seluruh daerah. "Kalau lebih di situ yang jangan dipaksakan," kata menteri di era pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono tersebut.
Hal ini penting, menurut Azwar, mengingat belum adanya pemerataan jumlah PNS di wilayah Indonesia. Sehingga, khawatir jika seluruh pegawai honorer diangkat pun tidak sesuai dengan hal tersebut. "Karena, negara harus membayar yang dibutuhkan tapi juga orang yang tepat," ujarnya.
Kebutuhan daerah
Kebutuhan daerah terhadap PNS masih sangat besar. Pengangkatan pegawai honorer diharapkan mampu menjawab permasalahan tersebut. Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Daerah Pemilihan (Dapil) Sulawesi Tengah Delis Julkarson Hehi mengatakan, selama ini keberadaan PNS yang bertugas melayani masyarakat lebih banyak berada di kota-kota saja. Sedangkan, di daerah pelosok masih banyak yang kekurangan.
Di bidang pendidikan, misalnya, masih kurang lebih 400 ribu tenaga guru yang dibutuhkan. Begitu pun di bidang kesehatan, yang mana masih dibutuhkan ratusan ribu tenaga medis, khususnya di wilayah-wilayah yang jauh dari pusat pemerintahan. "Kalau dilihat dari kebutuhan ideal, ini masih dibutuhkan banyak, " ujarnya. rep: Fauziah Mursid
No comments
Post a Comment