Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) sebagai institusi pemerintah yang menangani pendidikan di Indonesia menjadi salah satu pihak yang selalu disangkutpautkan oleh berbagai masalah guru. Berbagai keluhan pun muncul, termasuk soal pemecatan guru honorer di SDN Oefafi Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), baru-baru ini.
"Guru tersebut atas nama Adi Melijati Tameno merupakan guru honorer K-2 yang diangkat oleh kepala sekolah. Karena diangkat oleh sekolah, maka jika diberhentikan oleh sekolah itu urusannya bukan dengan Kemdikbud. Walaupun saya sendiri juga turut prihatin dengan keadaan beliau," tutur Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemdikbud, Sumarna Surapranata, di Kemdikbud Jakarta, Kamis (10/3/2016).
Pria yang akrab disapa Pranata itu menjelaskan, guru tersebut keberatan lantaran honornya belum dibayarkan oleh pihak sekolah. Kala itu, dia diangkat pada 2009, sedangkan ketika dipecat sudah berganti kepala sekolah baru.
"Kalau masalah data, kami (Kemdikbud) punya dengan lengkap karena ada di dapodik. Saya sudah melihat data guru tersebut. Ternyata, di sekolahnya ada delapan guru, sedangkan kelasnya ada enam. Artinya, sekolah itu kelebihan guru," paparnya.
Namun, kata Pranata, soal kebijakan pemecatan guru, selama yang bersangkutan diangkat oleh sekolah, Kemdikbud tak bisa ikut campur. Karena itulah, sekolah sebaiknya tidak sembarangan merekrut guru, terlebih lagi jika hanya berdasarkan kekerabatan dan bukan kebutuhan. Apalagi, sejak 2013 sekolah tak boleh menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk menggaji guru non-PNS tersebut.
"Padahal sebenarnya sejak PP Nomor 43 Tahun 2007 sekolah sudah tidak berhak lagi mengangkat guru honorer, sedangkan yang bersangkutan tercatat diangkat pada 2009. Sehingga pemecatan tersebut sudah sepenuhnya tanggung jawab sekolah," imbuhnya.
No comments
Post a Comment